Senin, 31 Desember 2018

Penjelasan Virus DBD (Dengue) LENGKAP

Penjelasan Virus DBD (Dengue) LENGKAP


Demam berdarah dengue merupakan salah satu problem kesehatan di berbagai negara tropis termasuk di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus famili Flaviridae yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan dapat menyerang semua orang, mengakibatkan kematian serta menimbulkan wabah. Virus Dengue menempati urutan kedelapan sebagai penyebab kesakitan di negara-negara kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk, jumlah penderita cenderung terus meningkat dan penyebarannya semakin meluas sampai ke seluruh Indonesia.

Perjalanan penyakit infeksi virus Dengue ini sangat sulit diramalkan. Demam berdarah dengue (DBD) pertama kali diketahui di Surabaya pada tahun 1968, kemudian konfirmasi virologi mulai diperoleh pada tahun 1970. Sejak tahun 1994, angka kesakitan demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia cenderung meningkat. Angka kematian penderita DSS (Dengue Shock Syndrome) yang disertai pendarahan gastrointestinal hebat masih tetap tinggi yaitu berkisar antara 22,55 dan 61,5%.

Morfologi
Virus DBD (Dengue) adalah famili dari Flaviviridae (Flavivirus) yang memiliki envelope berbentuk ikosahedral dengan diameter ~500 Å dan termasuk virus ssRNA (single strand RNA). Bagian envelope tersusun atas spika dari dimer protein envelope berupa protein E, yang tersusun dalam bentuk glikoprotein sehingga disebut glikoprotein E. Protein E memiliki peranan dalam mengenal sel inang. Virus Dengue juga memiliki protetin kapsid, C, yang melindungi materi genetik virus. Virus ini memiliki empat serotipe yang berbeda, antara lain DEN–1, DEN–2, DEN–3, DEN–4. Keempat serotipe virus tersebut telah ditemukan di seluruh Indonesia. Virus yang paling banyak berkembang di masyarakat ialah serotipe DEN–1 dan DEN–3.

Gambar 1. Strutur virus DBD (Credit: Girish Khera, Scientific Animations)


Siklus Hidup dan Mekanisme Infeksi Virus DBD
Siklus hidupnya virus Dengue meliputi tahap perlekatan, penetrasi, endositosis, pelepasan materi genetik, transkripsi, perakitan, dan pelepasan virus dari sel inang. Pada tahap perlekatan, spika dari virus akan mengenali reseptor sel inang sebagai konfigurasi homolog, yang berupa heparan sulfat (terdapat pada sel limpa, endotelium, kelenjar limfe, dan kupffer). Virus melakukan tahap penetrasi dan endositosis. Selanjutnya virus berada dalam endosom dan menaikkan konsentrasi ion H+ untuk menurunkan pH endosom, agar endosom pecah dan virus Dengue berada di sitoplasma sel inang. Virus melepaskan materi genetiknya. Tahap ini melibatkan sistem proteasom-ubiquitin. Enzim yang ada di sitoplasma akan menempelkan ubiquitin pada protein envelope virus. Proteasom mengenali protein envelope virus dan memasukkan virus kedalam proteasom. Komponen enzimatik dari proteasom yaitu protease, memecah protein envelope dan kapsid virus menjadi peptida-peptida. Pecahnya protein envelope dan kapsid akan melepaskan materi genetik yang berupa RNA.

RNA virus tersebut masuk ke inti sel dan melakukan transkripsi balik dengan bantuan enzim reverse transcriptase menjadi DNA. DNA tersebut akan melakukan transkripsi membentuk mRNA virus dengan bantuan RNA polimerase dan menuju ke sitoplasma untuk melakukan sintesis protein. Dalam sintesis protein ini mRNA virus akan membentuk protein struktural dan protein nonstruktural. Protein-protein tersebut akan dirakit menjadi virus baru dan dilepaskan dari sel infektif menuju sel noninfektif untuk memulai siklus lagi. Adapun penjelasan singkat siklus hidup virus DBD (dengue) adalah:
Gambar 2. Siklus hidup virus DBD.
Keterangan gambar:
  1. Virus dengue melekat dan masuk ke dalam sel
  2. Virus melakukan fusi dalam endosom dan RNA dikeluarkan
  3. Translasi protein 
  4. RNA virus melakukan perbanyakan (replikasi)
  5. Virus yang masih muda mengalami perakitan di retikulum endoplasma
  6. Virus mengalami pendewasaan dan siap dilepaskan oleh vesikel dari badan golgi
  7. Virus dilepaskan dan menyerang sel yang lain


Vektor Virus DBD
Di Indonesia vektor utama dari penyebaran virus Dengue ialah nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini bersifat antrofilik (suka menggigit manusia) dan memiliki kebiasaan menggigit berulang. Kemampuan terbang dari nyamuk ini sejauh dua kilometer, tetapi kemampuan normalnya sejauh 40 meter.


Patogenesis dan Gejala Virus DBD (Dengue)
Penyakit yang disebabkan infeksi virus Dengue memberikan manifestasi yang bervariasi. Spektrum variasinya tergantung pada berbagai faktor daya tahan tubuh penderita. Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), dan dengue shock syndrome (DSS).

Gambar 3. Spektrum klinis infeksi virus Dengue

Perubahan patogenesis pada DBD dan DSS dijelaskan dengan dua  teori yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody dependent enhancement (ADE). Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapat infeksi primer dengan satu jenis virus, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis virus tersebut untuk jangka waktu yang lama dan  mempunyai antibodi yang dapat menetralisasi yang sama (homologous). Jika kemudian seseorang mendapat infeksi sekunder oleh jenis virus Dengue yang lain, maka virus ini akan berikatan dengan antibodi heterologous (non-neutralizing antibody) yaitu antibodi IgG. Akibatnya, terbentuklah kompleks antibodi-virus yang bersifat infeksius, yang menyebabkan sel limfosit B dan sel limfosit T teraktivasi untuk membentuk kompleks imun meliputi IL-1, IL-6, IL-10, IL-12, TNF-α dan PAF (Platelet Activating Factor).

Pada infeksi virus Dengue, masa inkubasi virus terjadi selama 4-6 hari kemudian terjadi viremia (penyebaran virus) terjadi sangat cepat hanya selang beberapa hari, gejala yang muncul akibat infeksi virus Dengue antara lain; demam tinggi yang mendadak selama 2-7 hari (38 °C - 40 °C), pendarahan, syok, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah, trombositopeni (penurunan trombosit), hemokonsentrasi, dan gejala-gejala klinik lainnya. 

Mengenal Virus MERS

Mengenal Virus MERS


virus mers CoV adalah

Setelah dunia bermasalah dengan virus SARS, Flu Burung, dan Swine Flue, sekarang dunia digemparkan dengan adanya pandemi baru yakni Virus Mers yang banyak ditemukan di Kawasan Teluk, Timur Tengah. Untuk pertama kalinya virus ini ditemukan oleh ahli Virologi, Dr. Ali Moh. Zaki pada seorang pasien pria yang berusia 60 tahun di Rumah Sakit Dr. Fakeeh, Jeddah, Saudia Arabia tanggal 20 September 2012 dan kemudian kasus kedua ditemukan di Qatar pada seorang pria yang berusia 49 tahun pada tanggal 23 September 2012 dan sejak saat itu ditemukan lebih dari 80 kasus yang berakibat fatal. Pada akhirnya terjadilah wabah MERS.


Apa Itu Virus Mers?
Virus Mers adalah sejenis virus yang masuk dalam kelompok betacoronavirus saat diidentifikasi pada bulan November 2012 ternyata memiliki hubungan kekerabatan dengan coronavirus yang terdapat pada kelelawar yakni jenis HKU4 dan HKU5. Pada akhirnya virus tersebut diberi istilah "hCoV-EMC" yang merupakan singkatan dari Human Coronavirus Erasmus Medical Center setelah diidentifikasi oleh Dr. Ron di Erasmus Medical Center. Namun pada bulan Mei 2013 istilahnya diubah menjadi Middle East respiratory syndrome (MERS) coronavirus (MERS-CoV).

Evolusi Virus Baru
Seperti kasus sebelumnya yang terjadi pada kasus Flu Burung dan Flu Babi yang mana virus berevolusi dari burung yang saya ulas di artikel "Mekanisme Infeksi Virus H1N1", maka virus MERS ini awal mula secara genetika berkerabat dengan Coronavirus pada kelelawar dari genus Tylonycteris yakni CoV HKU4 (Ty-BatCoV HKU4) dan dari kelelawar genus Pipistrellus CoV HKU5 (Pi-BatCoV HKU5) yang ada di Hongkong. Namun ada perbedaan pada reseptor yang dikenalinya dimana MERS-CoV berevolusi dengan mengubah protein pengikat reseptornya untuk mengenali dipeptidyl peptidase 4(DPP4) sebagai reseptor fungsional. Reseptor tersebut secara spesifik dapat dijumpai di sel mamalia seperti kelelawar, unta, primata, kelinci, babi, dan domba (Gambar 1). Disamping itu karakteristik protein DPP4 juga dapat ditemukan di kucing, tikus, hamster, anjing, dan musang.

virus MERS, penyebaran MERS, unta MERS
Gambar 1.Diagram skematis potensial transmisi virus MERS Co-V (Raj et al., 2014). 


Taksonomi
MERS merupakan Genus dari Coronavirus yang masuk dalam ordo Nidovirales, famili Coronaviridae dan subfamili Coronavirinae, yang mana terdiri dari empat genera yakni Alphacoronavirus, Betacoronavirus, Deltacoronavirus dan Gammacoronavirus. Taksonomi tersebut didasarkan pada hubungan antigen dan sekuensing gen. Sementara untuk coronavirus pada manusia masuk dalam dua genera: Alphacoronavirus dan Betacoronavirus. HCoV-229E dan HCoV-NL63 masuk dalam genera Alphacoronavirus. Sementara genera Betacoronavirus terdiri dari empat jalur yakni CoV, HCoV-OC43 dan HCoV-HKU1, dan BtCoV.


Genom dan Protein MERS-CoV
Strukktur genom MERS-CoV terdiri dari 30119 nukleotida yang memiliki kemiripan dengan coronaviruses yang lainnya. Materi genetiknya berupa RNA yang memiliki penambahan gugus poli-A pada ujung 3’ mRNA (polyadenylation) dengan 2/3 genomnya mengkode protein non-struktural (NSPs = Non-Structural Proteins) yang terlibat dalam replikasi. Adapun struktur genom secara lengkap dapat diamati di Gambar 2.


genom MERS, genom virus, genom SARS, genom Coronavirus
Gambar 2. Klik gambar untuk memperbesar! Gambar tersebut merupakan perbandingan 
genom dari MERS-CoV, BatCoV-HKU4, dan SARS-CoV (Yuan & Wenjie, 2013).


Mekanisme Infeksi
MERS merupakan virus RNA dengan single strand alias rantai tunggal yang dilindungi oleh pelindung khusus dengan protein S sebagai pengikatnya untuk mengenali reseptor inangya. Berdasarkan Gambar 3, protein S dari virus MERS berikatan pada reseptor DPP4 di membram plasma. Ketika reseptor tersebut mengenali inangnya, maka virus MERS akan dengan mudahnya mengalami endositosis ke dalam sel sehingga materi genetik yang berupa RNA akan ditranskripsi dan ditranslasi untuk menghasilkan genom RNA baru dan protein struktural dari virus tersebut dan selanjutnya akan dirakit (assembly) untuk membentuk virus baru (virions). Virion tersebut akhirnya dilepaskan dengan bantuan vesikel secara eksositosis dan virus akan menyerang sel inang baru untuk proses reproduksi baru.

mekanisme infeksi, mekanisme infeksi mers, infeksi mers, replikasi mers
Gambar 3. Klik gambar untuk memperbesar! Mekanisme infeksi MERS-CoV dalam sel inang (Lu et al., 2013).

Pengertian dan Jenis Marka (Penanda) Molekuler

Pengertian dan Jenis Marka (Penanda) Molekuler


Menurut  Semagn et al (2006), definisi marka (penanda) molekuler adalah sekuen DNA yang dapat diidentifikasi, dan terdapat pada lokasi tertent pada genom, dan dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ibaratnya sebuah barcode, keberadaan marka molekular tersebut secara prinsip memiliki perbedaan, sehingga untuk memilih dan pengaplikasian harus dengan hati-hati. Definisikan marka genetik merupakan gen yang terekspresi dan membentuk fenotip, biasanya mudah dibedakan, digunakan untuk identifikasi individu atau sel yang membawanya, atau sebagai probe untuk menandai inti, kromosom, atau lokus. 

Kemudian Recee and Haribabu (2007) berpendapat bahwa marka molekuler adalah DNA yang teridentifikasi, ditemukan pada lokasi tertentu pada genom, diwariskan dari generasi ke generasi berukutnya dengan mengikuti  hukum pewarisan sifat. Sehingga dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulakan pengertian Marker molekular merupakan sekuen DNA yang teridentifikasi pada genom dan dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan mengikuti hukum pewarisan sifat.

Marker molekular dapat dinggap sebagai bagian yang tidak mudah mengalami perubahan akibat aktifitas genetik seperti mutasi dan insersi atau proses seleksi alam. Sehingga pada proses evolusi daerah tersebutlah yang tetap akan diwariskan oleh ancestor (leluhur) kepada keturunan berikutnya.  Marka molekular memiliki beberapa kelebihan antara lain:

  1. Marka molekular tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang sangat bervariasi sehingga marka molekular merupakan daerah yang conserve
  2. Marka molekular terdapat pada semua genom, sehingga banyak ditemukan pada semua genom individu yang akan dilihat polimorfismenya. 
  3. Marka molekular sangat conserve sehingga perubahan yang terjadi sangatlah sedikit, maka dapat dijadikan penanda bahwa organisme tersebut masih dalam satu kelompok atau tidak dilihat dari marke tersebut. 

Marker molekular pada aplikasinya sangatlah beragam, sehingga untuk memilih Marka molekular harus disesuaikan dengan organisme yang akan diteliti dan pada DNA mana yang akan dianalisis sekuennya. Marker molekular dapat diaplikasikan pada beberapa genom DNA yang terdapat pada nukleus, mitokondria, kloroplas, atau organel lain (Recee and Haribabu, 2007).

Menurut Varma (2011) pemilihan marka berdasarkan atas mode pewarisan, sensitivitas, perbandingan terhadap suatu masalah, dan reprodusibilitas. Marka molekular dibagi atas marka dominan dan marka kodominan. Marka ko-dominan adalah salah satu marka yang dapat mengidentifikasi semua alel yang ada pada suatu lokus tertentu, sedangkan marker dominan hanya mengungkap alel dominan tunggal saja tetapi pada lokus yang sama. Data ko-dominan umumnya lebih tepat daripada data dominan tetapi marka dominan biasanya membutuhkan waktu lebih cepat dan lebih mudah mendapatkan data.  Macam-macam  marka (penanda) molekular yang sering digunakan yakni marka mtDNA, single nucleotide polymorphisms (SNPs), allozymerestriction fragment length polymorphisms (RFLPs), microsatellite atau simple sequence repeats (SSRs), random amplified polimorphic DNA (RAPD), dan amplified fragment length polymorphisms (AFLPs). Berikut adalah penjelasan jenis marka (penanda) molekuler beserta penjelasan:

1. Marka Molekuler mtDNA
Polimorfisme DNA mitokondria (mtDNA) digunakan dalam filogenetik dan analisis diversitas genetik. Haploid mtDNA dibawakan oleh mitokondria di dalam sitoplasma, pewarisan maternal dan laju mutasi yang tinggi. Polimorfisme dalam urutan daerah hipervariabel dari D-loop atau kontrol daerah mtDNA telah memberikan kontribusi besar terhadap identifikasi nenek moyang liar dari spesies domestik, pembentukan pola geografis keanekaragaman genetik, dan pemahaman domestikasi ternak. 

Adanya mtDNA dapat menggambarkan bahwa perkembangan sekuens DNA yang informatif mampu menjawab level populasi. Marka ini digunakan untuk mempelajari filogeografi intraspesifik yang fokus pada pola hasil variasi dari salah satu sejarah atau barrier untuk aliran gen dalam populasi, yang diinisialkan dengan penggunaan mtDNA. Sekuens mtDNA dibatasi oleh mtDNA genom yang terdiri dari pewarisan lokus uniparental tunggal. Perluasan penggunaan marker mtDNA (Gambar 1) yaitu marka ribosomal DNA (12S rDNA dan 16S rDNA), marka pengkode gen protein (antara lain: cytochrome bcytochrome oksidase subunit I dan II, NADH dehydrogenase subunit), dan kontrol region marker.

Gambar 1. Marka molekuler mtDNA.

2. Marka Molekuler Single Nucleotide Polymorphisms (SNPs)
Marka ini merupakan mutasi titik dimana satu nukleotida disubstitusi oleh nukleotida lain pada lokus tertentu. SNP merupakan tipe yang lebih umum untuk membedakan sekuen diantara alel, kodominan di alam, dan menandakan marka polimorfik dari suatu sumber yang tidak pernah habis untuk penggunannya pada resolusi tinggi dalam pemetaan genetik suatu karakter (Gambar 2). Deteksi marka SNP bersifat kodominan, hal ini didasarkan pada amplifikasi primer yang memiliki basis pada informasi sekuen untuk gen yang lebih spesifik. Kelebihan dari teknik SNP adalah lebih mudah diterapkan jika dibandingkan dengan teknik SSR maupun AFLP. Selain itu kelebihannya adalah lebih berguna pada beberapa lokus SNP yang memiliki posisi yang sangat berdekatan yang dapat mendefinisikan adanya haplotipe dan pengembangan haplotype tags. Kekurangan marka molekuler SNP adalah membutuhkan informasi sekuen genetik untuk suatu gen yang menjadi target analisis serta membutuhkan pengadaan alat dan bahan yang membutuhkan biaya tinggi (Azrai, 2005).

Gambar 2. Informasi urutan DNA untuk identifikasi SNP pada tingkat variasi individu dengan spesies yang sama. 


3. Marka Molekuler Restriction Fragment Length Polymorphisms (RFLPs)
Marka (penanda) molekuler RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism) adalah marka (penanda) ko-dominan, sangat dapat dipercaya dalam analisis linkage dan breeding serta dapat ditentukan dengan mudah jika karakter terdapat dalam bentuk homozigot atau heterozigot. Keunggulan dari marka RFLP (Gambar 3) adalah konsistensi yang tinggi, sifat pewarisan ko-dominan, dapat diulang antar laboratorium, memberikan marka pada lokus yang spesifik, tidak memerlukan informasi sekuen, dan relatife mudah dilakukan scoring karena adanya perbedaan yang cukup besar antar fragmen. Akan tetapi penerapan RFLP memerlukan DNA dalam jumlah yang cukup besar untuk proses pemotongan dengan enzim restriksi. Selain itu, penggunaan digunakan isotop radioaktif dengan harga yang relatif mahal serta berbahaya, dan waktu yang diperlukan untuk pengujian juga cukup lama (Varma, 2011).

Gambar 3. Proses pemotongan urutan DNA dengan enzim restriksi berdasarkan marka molekuler RFLP. 


Keterbatasan RFLP dikarenakan beberapa faktor (1) pada beberapa spesies tingkat polimorfisme DNA-nya sangat rendah, (2) menyita banyak tenaga dan waktu, (3) kuantitas dan kualitas DNA yang diperlukan sangat tinggi, (4) prosedur hibridisasinya rumit sehingga menyulitkan otomatisasi, dan (5) membutuhkan koleksi probe untuk spesies yang belum pernah dieksplorasi sebelumnya.

4. Marka Molekuler Mikrosatelit atau Simple Sequence Repeats (SSRs)
Marka mikrosatelit yang juga dikenal dengan Simple Sequence Repeats (SSRs) adalah kelas terkecil dari sekuen berulang (Gambar 4). Marka molekuler SSR adalah salah satu marka yang telah dikembangkan pada komoditas tanaman pangan dan perkebunan, marka molekuler ini telah dibuktikan memiliki keefektifan yang baik untuk proses pengorganisasian meteri genetik berdasarkan jarak genetik serta pemetaan gen. Pada saat ini SSRs merupakan marka yang banyak dipilih oleh peneliti genetika molekuler karena sifatnya sangat polimorfik bahkan untuk spesies maupun galur yang memiliki hubungan kekerabatan yang dekat; membutuhkan DNA dalam jumlah kecil; dan dapat dilakukan secara otomatis.

Gambar 4. Contoh urutan sekuens (urutan) DNA pada mikrosatelit tanaman.



Kelebihan dari marka SSRs yakni:
  1. Metode yang digunakan relatif sederhana serta dapat dikerjakan secara otomatis.
  2. Memiliki marka yang kebanyakan monolokus serta mengikuti sistem hereditas Hukum Mendel.
  3. Terdapat kandungan informasi yang lebih mendalam.
  4. Melimpahnya pasangan primer SSR yang cukup banyak di pasaran. 
  5. Biaya lebih efesien pergenotipe dan primernya.


5. Marka Molekuler Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)
Penjelasan mengenai RADP secara khusus dan lengkap ada di dalam tulisan berikut:
Penanda Molekuler RAPD


6. Marka Molekuler Amplified Fragment Length Polymorphisms (AFLPs)
AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphisms) adalah marka molekuler yang didasarkan adanya amplifikasi yang selektif yang berasal dari potongan DNA. Potongan tersebut merupakan hasil restriksi dari total suatu genom dengan menggunakan enzim restriksi endonuklease (Gambar 5). Hasil amplifikasi tersebut kemudian dipisahkan dengan metode elektroforesis dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan otoradiografi atau pewarnaan perak. Marka molekuler AFLP dapat dikategorikan sebagai marka kodominan meskipun pada seringkali dianggap sebagai marka dominan. Hal tersenut dikarenakan adanya kesulitan dalam membedakan intensitas pita hasil analisis antara dominan homozigot dan heterozigot.

Gambar 5. Prosedur AFLP.

Health-Related Quality of Life of Patients with HPV-Related Cancers in Indonesia Didik Setiawan, PhD1,2,*, Arrum Dusafitri, BPharm2, Gi...